Kamis, 26 Oktober 2017

Orang-Orang Yang Menanti


Orang-orang yang menanti
ialah mereka yang menghidupkan hidup
bermetamorfosa.

Mereka meramaikan rumah-rumah ibadah tanpa pernah sesumbar
di toa, di postingan sosial media, dan di telinga-telinga cangkang.
Bahkan tanpa pernah memandang rendah,
menyalahkan lalu meneriakiku
yang hanya meramaikan toiletnya.

Mereka memenuhi tangan para pengemis dengan recehan tanpa
merasa kasihan, memberi memang sudah waktunya memberi.
Tanpa menimbang-nimbang itu pengemis palsu atau bukan. Tanpa menimbang-nimbang itu pengemis jackpotnya pahala atau dosa
seperti yang jarang kulakukan.

Mereka ada di pasar-pasar, menjajakan dagangan dengan
pijakan ketulusan. Mengambil untung dari ketelitian dan ketekunan sendiri
tanpa mengakali timbangan, ketidaktahuan pembeli, dan memanfaatkan kelangkaan barang dagangan
seperti yang sering kulakukan.

Mereka menghibur para penonton yang haus kesegaran pandangan
dengan keindahan. Merasa sudah kewajiban
berkarya dengan hati nurani dan menggugah arus bawah
tanpa sambat, pun tanpa merasa kebebani, seperti yang
jarang kurasakan.

Mereka ada di sawah-sawah, mengolah tanah,
lalu menanaminya dengan padi hari esok,
meski nama dan keringatnya seringkali merugi
saat panen. Mereka pantang berelegi atau memaki-maki
mereka yang masih sering membuang-buang nasi sepertiku.

Mereka meramaikan jalanan dengan modal jajanan,
atau koran, atau gitar usang, atau bahkan hanya dengan
tengadah tangan. Dengan ketekunannya mereka sindir
kepongahan para kendaraan yang asap knalpotnya menyemerbak
bau keserakahan ambisi medikari pemiliknya, seperti bauku.

Mereka membimbing dari depan, mengawal dari belakang,
bahkan menemani pejalan malam yang rindu matahari pagi,
yang sorot matanya lampu ublek, yang terseret-seret langkahnya
dengan sepatu tanpa sol, yang sering mendongak berjalannya.
Tanpa pernah terima disebut pemandu fajar, seperti yang kuinginkan.

Merekalah
orang-orang yang menanti
dan menikmati berseminya kebun Cinta
nanti.

0 komentar:

Posting Komentar