Kamis, 12 Oktober 2017

Sambatan Wayang


Dua hari lalu
kurasakan daya yang menguatkan.
Sangat, sangat kuat
memberdayakanku si daya itu.

Ragaku yang doyan rebah
kalah
oleh daya yang entah apa.
Daya itu entah dari mana
pikirku dari luar, tapi juga dari dalam
pikirku dari dalam, tapi juga dari luar
Mentalku yang lemah
kalah
oleh daya yang entah apa.

Sangat, sangat kuat
memberdayakanku si daya itu
Dibuatnya aku tertarik pada
catatan kecil kehidupan yang bercerita
Perihal segala corak cinta
yang mewarnai tarian semesta
Dibuatnya aku raksasa
sehingga hancur penjara kemalasan
Dibuatnya aku kerdil
sehingga hancur penjara keangkuhan
Dibuatnya aku terbuka mata
agar syukurku berwujud keringat jalan
dan sapu tangan dua
atau lebih dari tiga.

Sangat, sangat kuat
memberdayakanku si daya itu
sehingga malamnya
ragaku lemah
mau tak mau harus rebah.

Tapi si daya masih ingin berkarya.
Dua jam kiranya lelap diberikan.
Ketika aku membuka mata
getaran kuat si daya melemah.

Entah kenapa, getarannya melemah
bersamaan dengan detik melangkah

Seharian kemarin
redam sudah getaran si daya
kalah
oleh getaran lain yang sudah
kukenal, akrab.
Dikesampingkannya
si daya yang sangat, sangat kuat
memberdayakanku.
Seharian kemarin
aku lemah
ada daya tapi lemas
kalah
oleh segala getaran yang bersatu
membuatku hanya tertarik untuk
rebah.

Seharian kemarin
aku seperti hari-hari biasanya
sampah!
Manusia yang lalai pada tugasnya.
Berselimut diam
dikira itu mesti emas.
Berharap bising keringat jalan, melihatnya
agar dijadikan pembelajaran.

Ah, sungguh naif pikiran
sampah!

O, daya!
Aku rindu
kau yang memberdayakanku
Ke manakah. di manakah
ruang terkuatmu agar kita bertemu?
Bagaimanakah tangguh jalan dayamu
yang harus kutempuh?
Hari ini
Aku sudah enggan!
jadi seperti seharian kemarin
Muak sudah!
jikalau seperti hari-hari biasanya
O, daya!
Jika dengan muakku ini
kuat getaranmu tak juga kurasa
aku akan jadi sampah perabadan manusia.
Dan Sang Dalang bukan
maha tega.

0 komentar:

Posting Komentar