Jumat, 22 September 2017

Wejangan Pak Timin


Ketika lalai kutuliskan rinduku dalam puisi
meranggas daun-daunnya yang sunyi
pohon jati itu tinggal batangnya saja
Angin pun enggan menyapa.

Ketika rinduku hanya kudendang dalam hati
merindanglah daun-daunnya yang sunyi
pohon jati itu tempat berteduh paling teduh
dan kala itu Angin tetap enggan menyapa

Lalu ini bagaimana?
Tanpa Angin hidup ini hampa
Tanpa Angin hidup ini gerah
Tanpa Angin hidup ini apa?

Dan Pak Timin, yang fanatik pada waktu
mewejang:
Senantiasa menari-nari serentak seirama dendangan Angin
ialah senikmat-nikmatnya hidup di sini nanti.

Wah!
itu maksudnya apa, Pak?

Dan kulihat ia tertawa
melihatku tak segera
menyulut lilin-lilin paskah mungil
dan membacanya.

0 komentar:

Posting Komentar