Selasa, 15 Agustus 2017

Sedang Kubangun


Sedang kubangun masjid di jidatku
dengan megah dan gagah.
Berpondasi batu hitam,
berlantai pasir, berkubah cakrawala.
Mimbar bagi penceramah sekadar kacabenggala.
Agar setiap kata yang terucap
memantul kembali mengendap.

Sedang kubangun masjid di jidatku
dengan megah dan gagah.
Tanpa pagar terali baja.
Kala malam tergelar, kubiarkan ia terbuka
Agar pengembara malam yang hendak sembahyang
tak terkecoh dan bergumam muram:
“Masjid kok pagarnya digembok?”

Sedang kubangun masjid di jidatku
dengan megah dan gagah
Kotak infaq di sini tak ada, gembok pun tak ada
Yang ada kolam infaq, tanpa tirai,
bebas dijaring bagi mereka yang butuh.
Satu-satunya tirai adalah
kejujuran dalam dada.

Sedang kubangun masjid di jidatku
dengan megah dan gagah.
Suara adzan tak perlu toa
cukup angin yang membawa
Tadarusan tak perlu toa
cukup sunyi yang mendengar
Di sini, sembahyang tak harus kasatmata.

Sedang kubangun masjid di jidatku
dengan megah dan gagah.
Sembahyang memang harus berbaju takwa
tapi bukan baju takwa
yang dijual di pasar dan mall kota besar.
Di sini, sembahyang memang harus berbaju takwa
jahitan sendiri dengan benang murni.

Sedang kubangun masjid di jidatku
dengan megah dan gagah.
Anak-anak kecil silakan kemari, riang gembiralah.
Di sini, tak akan kuimbaui kalian agar diam biar
tak menganggu kekhusyukan. Karena
kalau memang khusyuk, takkan pernah
terganggu keramaian seremeh itu.

Sedang kubangun masjid di jidatku
dengan megah dan gagah.
Berpondasi batu hitam, berlantai pasir, berkubah cakrawala.
Agar mereka yang berujar: “Mengapa tak pernah ke masjid?
Ibadah mana diterima!”            Ia pasti buta.
Dan kalau ini buatku pongah
Kumusnahkan dengan tanah!

0 komentar:

Posting Komentar