Sedang kubangun
masjid di jidatku
dengan megah dan
gagah.
Berpondasi batu
hitam,
berlantai pasir, berkubah
cakrawala.
Mimbar bagi
penceramah sekadar kacabenggala.
Agar setiap kata
yang terucap
memantul kembali mengendap.
Sedang kubangun
masjid di jidatku
dengan megah dan
gagah.
Tanpa pagar
terali baja.
Kala malam
tergelar, kubiarkan ia terbuka
Agar pengembara
malam yang hendak sembahyang
tak terkecoh dan
bergumam muram:
“Masjid kok
pagarnya digembok?”
Sedang kubangun masjid
di jidatku
dengan megah dan
gagah
Kotak infaq di
sini tak ada, gembok pun tak ada
Yang ada kolam
infaq, tanpa tirai,
bebas dijaring
bagi mereka yang butuh.
Satu-satunya
tirai adalah
kejujuran dalam
dada.
Sedang kubangun masjid
di jidatku
dengan megah dan
gagah.
Suara adzan tak
perlu toa
cukup angin yang
membawa
Tadarusan tak
perlu toa
cukup sunyi yang
mendengar
Di sini, sembahyang
tak harus kasatmata.
Sedang kubangun masjid
di jidatku
dengan megah dan
gagah.
Sembahyang memang
harus berbaju takwa
tapi bukan baju takwa
yang dijual di
pasar dan mall kota besar.
Di sini,
sembahyang memang harus berbaju takwa
jahitan sendiri
dengan benang murni.
Sedang kubangun masjid
di jidatku
dengan megah dan
gagah.
Anak-anak kecil
silakan kemari, riang gembiralah.
Di sini, tak akan
kuimbaui kalian agar diam biar
tak menganggu
kekhusyukan. Karena
kalau memang
khusyuk, takkan pernah
terganggu
keramaian seremeh itu.
Sedang kubangun masjid
di jidatku
dengan megah dan
gagah.
Berpondasi batu
hitam, berlantai pasir, berkubah cakrawala.
Agar mereka yang
berujar: “Mengapa tak pernah ke masjid?
Ibadah mana
diterima!” Ia pasti buta.
Dan kalau ini
buatku pongah
Kumusnahkan
dengan tanah!
0 komentar:
Posting Komentar