Di ufuk barat cakrawala
senja meredam rona jingganya
ngalah ia
pada paduan suara toa.
Di bukit-bukit
bulan sedang jadi buronan
para umara dan ulama
agar tanggal 1 Ramadhan segera ditentukan.
Angin berdesir menyisir kupingku
Lembut tuturnya tegas membelai
rambutku yang bercat merah
Dibisikkannya:
"Ramadhan sudah tiba.
Marhaban!
Marhaban!
Ramadhan sudah tiba! Mengapa
kau diam saja? Mengapa
kau tak bergembira?"
O, angin senja
kau dapat kabar dari mana?
bulan belum diborgol teropong
bagaimana aku bisa bergembira?
Angin berdesir menyisir kupingku
Tegas tuturnya lembut membelai
rambutku yang bercat merah
Dibisikkannya:
“Ramadhan sudah tiba.
Marhaban!
Marhaban!
Ramadhan sudah tiba! Kiramu
hanya bulan yang dapat berkabar? Mengapa
kau sempitkan kuasa Tuhan? Mengapa
kau diam saja? Mengapa kau
tak bergembira?”
(kilatan
petir di langitku
bergemuruh
gerimis pun menetes)
bergemuruh
gerimis pun menetes)
O, angin senja
Aku diam bukan tak bergembira.
Aku gembira
tapi memilih diam
karena aku enggan, menodai kesyahduan sunyi
Ramadhan
dengan ingar bingar sambutan pelampiasan
kegembiraan.
Karena Tuhan berfirman:
Karena Tuhan berfirman:
Puasamu itu untukKu.
Dan aku pun diam, tak bergembira
karena
selama ini, puasaku
masih untukku.
0 komentar:
Posting Komentar