Senin, 10 Juli 2017

Malam 30 Ramadhan

Samar-samar gugusan mega di langit itu
Daun-daun itu meneteskan gerimis
Angin berjalan gontai, mendekap tangis
Bulan luput dari pandangan pilu, o!

di jalanan sini, gema takbir menggaung agung
menemani kehadiran tanda tanya
apakah itu sebabnya semesta menangis?
atau karena Ramadhan telah pamit?

ada yang ramai-ramai berkeliling
ada yang ramai-ramai di masjid
ada yang jalan-jalan memenuhi perlengkapan lebaran
ada yang dalam perjalanan menuju kampung halaman
ada yang duduk sendiri di bangku panjang trotoar
ada yang menyendiri di emperan ruko

ada yang di rumah saja, bermimpi mimpi
ada yang di rumah saja, berdiam diri
ada yang tetap menjemput rejeki
ada yang tetap mengais rejeki

Ada yang tersenyum
dalam gerimis di punggung langit

Sunyi di sini berteriak
berontak ia menolak tidakhadir
dalam nyanyian Keagungan Cinta

aku di sini kalang kabut
tertatih menyibak kabut semesta rasa
entah apa ini
ramai tapi sepi
riuh tapi lirih
menggema tapi hampa
senang tapi lenggang
tarian tanpa ritmis
dalam gerimis

di jalanan sini, gema takbir menggaung agung
menemani kehadiran tanda tanya
apa masih pantas aku menyuarakan takbir
sedang sebulan terakhir
aku kian megah terukir?
kian kikir dalam pikir
kian busung dada membubung

menggelegar bunyi petasan
suarakan jua gema takbir
langitku mendung, namun hujan
tak kunjung turun

kabut ini mengaburkanku
lalu menjelmalah ia jadi tanda tanya
apa memang kurindukan gerimis, ketika
nyanyian Cinta menggaung agung?
ataukah itu hanya perasaan
ingin dipandang agung, karena
gerimis turun di langitku ketika malam takbiran?

lalu rangkaian kata ini untuk apa?
selain mengungkapkan resah
kebingungan semesta rasa pengembara?
lalu saat ini bersukacita untuk apa?
lalu saat ini berdukacita untuk apa?
sementara suka dan duka adalah
keutuhan Cinta

aku semakin merasa tak pantas
sehingga semakin merasa pantas
menggaungkan nyanyian Keagungan Cinta
sementara nyatanya terjerembab
dalam jurang ketidakpantasan
terpendam dalam-dalam

Bulan memanggil dengan tembang
di halaman bilik mini relung sunyi
rokok ini semakin mungil
menanti Waktu dimati, o!

0 komentar:

Posting Komentar